Ribut-Ribut Mau Pilkada Manggarai

Minggu, 8 September 2019 - 10:49 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Alfred Tuname, penulis dan esais

Alfred Tuname, penulis dan esais

Memang agak aneh apabila ada pengusaha tidak mau bayar pajak. Padahal, aturan soal Pajak PPN itu sudah ada sejak zaman Belanda. Agar sisa kolonial tak membekas, dibuatlah UU Darurat Tahun 1951. Tahun 1983 terbit UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN. Lalu direvisi dalam UU Nomor 42 Tahun 2009. Pengusaha seharusnya akrab dengan aturan-aturan pajak itu. Nah, pengusaha sudah pasti adalah subyek pajak. 

Seorang pengusaha kena pajak (PKP) wajib bayar pajak. Jika ia sebagai wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya, akan ada sanski hukum. Sanksi diberikan atas laku kelupaan, pembangkangan dan kelalain wajib pajak itu sendiri. Oleh publik, wajib pajak yang tidak melakukan kewajibannya disebut pengemplang pajak, pembangkang, penggelap pajak, dll.  

Agar tidak dicap demikian, pengusaha itu seharusnya pandai mengatur (manage) risiko (pajak). Demonstrasi apa pun tidak bisa membebaskan pengusaha kena pajak dari kewajibannya. Ia tetap harus bayar pajak. Kecuali ia sudah melalui Pengadilan Pajak dan menang. Kalau rugi akibat Pajak PPN 10%, itu adalah risiko yang ditanggung sendiri karena lemahnya kesadaran akan pajak. 
 
Lalu, mengapa kisruh Pajak PPN 10% itu disangkut-pautkan dengan Pilkada Manggarai 2020? Tentu itu berhubungan dengan “ekonomi politik” lokal. Bahwa ada beban kerugian pengusaha telah mengorbankan petani hasil perkebunan. Ribun petani akan mengalami penurunan daya beli. 

Pasar hasil (komoditas) perkebunan yang terperangkap oleh model oligopsoni (beberapa pembeli menguasai pasar komoditas) itu membuat kepercayaan masyarakat petani terhadap pengusaha itu semakin rendah. 

Akibatnya, masyarakat mendesak pemerintah daerah mencari kebijakan yang solvable sebelum pertumbuhan ekonomi melemah. Pertumbuhan ekonomi daerah lemah sebagai akibat daya beli petani yang menurun bisa berdampak pada suburnya praktik money politics dalam proses Pemilu. Dengan daya beli yang lemah, masyarakat gampang terjerumus dalam politik beli suara. 

Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil langkah strategis untuk mengatasi persoalan pasar oligopsoni tersebut sekaligus berkoordinasi dengan setiap pemangku kepentingan. Harapannya, ada alternatif yang win-win solution. Pesannya, mengutip pemikir politik Antonio Gramcsi, “di belakang politik ada ekonomi”.Keseimbangan keduanya, masyarakat akan sejahtera. 

Baca Juga:  Mengadu Domba di Saat Pandemi Covid

Sebelum soal Pajak PPN 10%, “keseimbangan” Pemda Manggarai sedikit oleng atas rebut-ribut soal semenisasi lodok dan serapah sampah. Semua bersimpul pada soal pariwisata (green tourism). Soal itu, semua pelaku, pegiat dan pemerhati pariwisata melakukan kritik. 

Kritik itu disambut warga dan diamplikasi oleh para simpatisan calon lawan politik petahana. “Sumpah serapah” politis pun berjamur. Tampaknya, petahana bisa baca lawan. Semua kritikan itu diladeni dengan kerja. 

Seakan kritikan menjadi semacam konsultasi gratis. Lodok yang dipersoalankan pun di-renaturalisasi; serapah sampah dibersihkan. Ada berkah politiknya juga (bagi petahana): kampanye masalah teratasi sebelum kampanye politik. 

Ribut-ribut di atas diurai dalam konteks rebut kekuasaan (politik), bukan dalam kacamata good governance. Uraian tersebut dimaksudkan agar kita senantiasa rasional dalam menguliti dinamika politik. semua lumrah di musim kontestasi.

Tak usah pula mengutik delik. Tak usah “baper” juga. Dalam politik Pilkada, “baper” biarlah hanya untuk para penjudi politik; rasional untuk pemilih yang mencintai keadilan. Sekian. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Tajukflores.com. Mari bergabung di Channel Telegram "Tajukflores.com", caranya klik link https://t.me/tajukflores, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca juga berita kami di:

Berita Terkait

Digdaya PT Flobamor Kendalikan Pariwisata Taman Nasional Komodo: Tarif Naik, Kualitas Pelayanan Buruk!
Kurikulum Merdeka, Nasib Guru Bahasa Jerman di Ujung Tanduk
Menguak Aliran Dana Philip Morris, Pemegang Saham PT HM Sampoerna Tbk ke Israel
Menakar Kans Koalisi Pengusung Anies Baswedan Bubar Kala Demokrat-PDIP Tampil Mesra
Kontroversi dalam Karier Sutradara Film Porno Kelas Bintang, Dari Sinetron ke Film Dewasa
Romo AS: Kasus Pastor Bunuh Diri dan Dugaan Salah Urus Gereja
Ridwan Kamil, Misi Partai Golkar Rebut Jawa Barat dari Gerindra dan PDIP
Menjadi Konten Kreator Tiktok, Rela Alih Profesi demi Fulus
Berita ini 22 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 28 April 2024 - 21:02 WIB

Prabowo Ungkap Rahasia, ternyata Jokowi yang Persiapkan Dirinya Jadi Presiden

Minggu, 28 April 2024 - 10:23 WIB

Pilkada Mabar 2024, PAN Minta Balon Bupati yang Sudah Mendaftar Abaikan Rumor Petahana Lawan Kotak Kosong

Sabtu, 27 April 2024 - 12:28 WIB

Megawati Minta Kader PDIP Tak Bohong dan Gombal, Sindir Siapa?

Jumat, 26 April 2024 - 10:10 WIB

Bukan Mau Lawan Edi Endi, Marsel Jeramun Ungkap Alasan Daftar di Pilkada Mabar 2024 Lewat Banyak Partai

Kamis, 25 April 2024 - 21:15 WIB

Kalah di Pilpres, Surya Paloh Ungkap Alasan Tak Mau Jadi Oposisi Prabowo-Gibran

Kamis, 25 April 2024 - 20:27 WIB

Di depan Edi Endi, Sandiaga Uno Ungkap ‘Salam Lanjutkan!

Kamis, 25 April 2024 - 19:58 WIB

Partai Gerindra Jalin Komunikasi dengan Puan Maharani Wujudkan Pertemuan Prabowo dan Megawati

Kamis, 25 April 2024 - 19:50 WIB

Surya Paloh Tegaskan Partai Nasdem Resmi Bergabung ke Pemerintahan Prabowo-Gibran

Berita Terbaru