Wahana Lingkungan Hidup Indonesia perwakilan Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT) meminta pengelolaan limbah Infeksius (Limbah B3) dari fasilitas pelayanan kesehatan dampak Covid-19 di NTT harus sesuai SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020.
Kepala Divisi Hukum dan advokasi WALHI NTT Umbu Tamu Ridi menjelaskan, penularan Covid-19 tidak hanya melalui aktivitas manusia yang berkontak langsung dengan penderita melainkan ada banyak media penyebaran yang tidak ketat diperhatikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
“Barang bekas atau benda lain yang digunakan oleh penderita juga dapat menjadi media yang menularkan virus ke masyarakat secara umum,” ujarnya dalam rilis pers yang diterima Tajukflores.com, Sabtu (16/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Umbu, Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 Tentang Pengelolaan Limbah Infeksiksius, Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) dan Sampah Rumah Tangga dari penangangan Covid-19 adalah sebuah keputusan yang harus dilakukan di setiap daerah, terutama setiap rumah sakit rujukan penderita Covid-19.
Berikut ini adalah bagian dari edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait pengelolaan limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan.
- Melakukan penyimpanan limbah infeksius dalam kemasan tertutup paling lama 2 (dua) hari sejak dihasilkan
- Mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan Limbah B3, Fasilitas insenerator dengan suhu pembakaran minimal 800 derajat Celcius dan Autoclave yang dilengkapi dengan pencacah (shredder)
- Residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati simbol “Beracun” dan label Limbah B3 yang selanjutnya disimpan di tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 untuk selanjutnya diserahkan kepada pengelola Limbah B3
Sedangkan limbah infeksius yang berasal dari ODP (Orang Dalam Pemantauan) yang berasal dari rumah tangga.
Halaman : 1 2 Selanjutnya