Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT menolak penetapan biaya masuk wisatawan ke kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK), Labuan Bajo, menjadi Rp3,75 juta per orang untuk periode satu tahun.
Penolakan senada disampaikan sebelumnya oleh Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar).
“Pariwisata Labuan Bajo belum pulih karena pandemi Covid-19 selama dua tahun, sehingga membutuhkan waktu untuk pemulihan ekonomi masyarakat, terutama masyarakat pariwisata yang sangat terdampak Covid baik langsung maupun tidak langsung” kata Ketua Astindo, Ignasius Suradin dalam keterangan pers yang diterima Tajukflores.com, Kamis, (30/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Ignasius, wacana kenaikan tiket masuk sangat bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat yang sedang berupaya memulihkan ekonomi nasional dengan meningkatkan kunjungan wisata, dan beriwsata dalam negeri.
Wacana kenaikan tiket masuk dikhawatirkan berdampak pada menurunnya jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo yang merupakan salah satu destinasi pariwisata impian dalam negeri.
“Dengan menurunnya kunjungan wisatawan tentu berdampak pula penyerapan tenaga kerja dan distribusi ekonomi yang makin membaik 6 bulan terakhir” ujarnya.
Ignasius berpendapat, alasan KLHK penetapan tarif kunjungan, termasuk membatasi kuota wisatawan berperan merusak ekosistem dan konservasi di TNK adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Dia menilai alasan tersebut hanya akal-akalan belaka.
“Sebab wisatawan yang berkunjung ke Pulau Komodo rata-rata melakukan short trekking dengan jangakauan paling tinggi dua kilometer (round trip) di jalur trekking yang sudah dibuat oleh otoritas TNK, di zona pemanfaatan pariwisata, bukan zona inti, sehingga tidak merusak ekosistem di dalam kawasan,” ungkap Ignasius.
Lebih lanjut Ignasius mengatakan, berdasarkan penelitian, di Pulau Komodo terdapat sekitar 1.500-2.500 ekor Komodo, dengan luas wilayah hampir 30.000 kilometer persegi. Menurutnya, dengan luasan wilayah Pulau Komodo yang besar dan zona pemaanfaatan pariwisata yang begitu kecil, maka sangat aneh apabila ekosistem maupun konservasi menjadi terganggu karena kunjungan wisatawan sebagaimana diklaim KLHK.
Halaman : 1 2 Selanjutnya