Pegiat pemilu Titi Anggraini mengatakan isu penundaan pilpres tahun 2024 ke 2027 bisa memunculkan perlawanan publik apabila terus digulirkan. Menurutnya, isu tersebut tidak kompatibel dengan upaya memperkuat demokrasi.
Selain itu, penundaan pilpres ke 2027 tidak memiliki landasan hukum yang kuat, karena konstitusi juga sudah menegaskan siklus pemilihan 5 tahun.
“Jadi kalau kita ingin memperkuat demokrasi dan mengatasi pandemi dengan baik, bisa menghindari isu-isu yang memicu perlawanan publik, kontroversi dan kegaduhan politik,” kata Titi melalui akun Youtubenya, sebagaimana dikutip Tajukflores.com, Jumat (20/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini kalau digulirkan isu ditunda ke 2027, bukan tidak mungkin warga turun ke jalan karena tidak puas ya. Padahal pandemi jadi prioritas kita,” sambungnya.
Menurut Titi, UUD 1945 sudah tegas mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden. Pasal 7 menyebutkan, presiden dan wakil presiden memegang masa jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Kemudian, pasal 22 ayat 2 menyatakan, pemilu dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia dan adil (luber jurdil) setiap 5 tahun sekali. “Jadi siklus pemilihan secara berkala ada di pasal ini”, ujarnya.
Titi menegaskan, merujuk frasa atau norma di pasal 7 UUD 1945, maka tegas dikatakan bahwa masa jabatan presiden selama 5 tahun, tidak lebih dan tidak kurang. Titi menegaskan, presiden dan wakil presiden merupakan satu-satunya jabatan publik yang diatur secara tegas dan eksplisit dalam konstitusi. Oleh karena itu, kata Titi, setiap tanggal 20 Oktober harus ada presiden baru hasil pemilu dilantik dan mengucapkan janji.
“Jadi tidak ada ruang atau lebih dari 5 tahun. Kecuali dia dapat impeachment atau pemakzulan, bisa masa jabatan kurang dari 5 tahun. Tapi penggantinya itu pun dalam jangka waktu masa jabatan 5 tahun. Jadi kalau wapres naik jadi presiden masa jabatannya tetap 5 tahun. Seperti Mega yang menggantikan Abdurrahman Wahid misalnya,” kata Titi.
Lalu dari mana isu penundaan pilpres ke 2027 ini muncul? Menurut Titi, isu penundaan bermula dari merupakan potongan berita berupa pernyataan anggota KPU ketika itu, Ilham Saputra dalam sebuah webinar pada Juni 2020. Adapun konteks pernyataan Ilham, kata Titi, merujuk pada situasi waktu itu. Yakni muncul wacana revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah di DPR.
Halaman : 1 2 Selanjutnya