Kementerian Pariwisata (Kempar) menempuh upaya ekstrakeras untuk mendongkrak sektor pariwisata. Langkah itu menyusul target 17 juta wisatawan mancanegara (wisman) pada 2018 tak tercapai, lantaran bencana alam bertubi-tubi yang melanda sejumlah wilayah di Tanah Air, termasuk di destinasi utama pariwisata, seperti Bali dan Lombok.
Tahun ini, Kempar menyadari ancaman bencana alam masih mengintai. Padahal, pemerintah telah mematok target 20 juta wisman membanjiri Tanah Air. Untuk menyiasati hal tersebut, Kempar menetapkan sejumlah langkah, di antaranya mengintensifkan promosi 10 destinasi utama wisata di luar Bali.
Adapun 10 destinasi yang baru dikembangkan adalah Danau Toba (Sumut), Tanjung Kelayang (Kepulauan Bangka Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Borobudur (Jateng), Bromo-Tengger-Semeru (Jatim), Mandalika (NTB), Labuan Bajo (NTT), Wakatobi (Sultra), dan Morotai (Maluku Utara).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Demikian disampaikan Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata Guntur Sakti, Jumat (4/1). Dia mengungkapkan, salah satu langkah yang dilakukan adalah menggandeng fotografer profesional untuk mendukung promosi 10 “Bali Baru”. Guntur juga mengklaim, sejauh ini promosi co-branding 10 “Bali Baru” ke mancanegara sudah dilakukan intensif dan dinilai sukses.
Selain itu, ungkapnya, Kempar juga mencanangkan tiga program untuk menopang target 20 juta wisman pada 2019. Pertama, mewujudkan border tourism dengan menjaring wisman yang memiliki kedekatan geografis dengan Indonesia. “Mereka bisa lebih mudah, cepat, dan murah menjangkau destinasi wisata di Indonesia,” ungkapnya.
Selain kedekatan secara geografis, mereka juga dianggap memiliki kedekatan kultural sehingga lebih mudah didatangkan. “Potensi pasar border tourism ini masih sangat besar, baik dari Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Papua Nugini, maupun Timor Leste,” jelasnya.
Kedua, mendorong tourism hub dengan menjaring wisman yang sudah datang ke negara tetangga. Wisman yang berkunjung ke Singapura dan Malaysia ditarik untuk melanjutkan berlibur ke Indonesia.
Strategi ini lantaran masih minimnya penerbangan langsung dari negara asal wisman ke Indonesia. Sebagai contoh, penerbangan langsung ke Tiongkok baru 50%. “Artinya 50% wisman asal Tiongkok lainnya masih transit di negara lain sebelum melanjutkan ke Indonesia, seperti di Singapura, Kuala Lumpur, atau Hong Kong. Padahal, negara tetangga seperti Thailand atau Malaysia direct flight-nya sudah mencapai 80%. Ini tantangan kita,” jelasnya.
Ketiga, program low-cost carrier terminal (LCCT). Terminal 1 Bandara Soekarno Hatta akan didorong menjadi terminal yang hanya melayani penerbangan berbiaya murah (LCC), dan Terminal 2 untuk LCC penerbangan domestik dan internasional. Selain itu, Bandara Banyuwangi juga akan dikembangkan menjadi LCCT setelah melalui berbagai proses pembenahan.
“Sebab, 70% wisatawan yang datang ke Indonesia menggunakan angkutan udara low-cost carrier. Namun, ketika mendarat di Indonesia, tarif terminal bandara kita masih sangat mahal,” jelasnya.
Untuk mewujudkan program tersebut, Guntur menambahkan, Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin menyatakan siap membantu membangun terminal khusus untuk LCC. “Hal ini juga penting, pasalnya negara lain juga sudah memiliki multibandara, ada yang untuk full service carrier dan LCC,” ungkapnya.
Melalui tiga strategi tersebut, ditambah mendorong promosi 10 “Bali Baru” Guntur berharap mampu mewujudkan target kunjungan wisman ke Indonesia sebanyak 20 juta tahun ini. “Hal ini memang berat. Tapi di sinilah kita bekerja keras di tengah bayang-bayang Indonesia di posisi ring of fire yang tidak bisa kita prediksi kapan akan terjadi bencana. Karena bencana bisa datang kapan saja dan di mana saja,” terangnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya