Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pernikahan beda agama yang didugat Petege, seorang Katolik yang ingin menikahi pasangannya dari agama Islam.
Meski gugatan ditolak, dua hakim MK memiliki pandangan berbeda (concurring opinion) soal gugatan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang diajukan pemohon terkait perkawinan beda agama.
Dua hakim MK tersebut ialah Suhartoyo dan Daniel Yusmic P. Foekh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi a quo, dua hakim yakni hakim Suhartoyo dan hakim Daniel Yusmic P. Foekh memiliki alasan berbeda,” kata Ketua MK Anwar Usman di Jakarta, Selasa (31/1), melansir Antara.
Pada kesempatan itu, hakim konstitusi Suhartoyo menyampaikan alasan tambahan yang berbeda. Pertama, dasar hukum sahnya perkawinan dan kebebasan/kemerdekaan memeluk dan beribadah menurut agamanya masing-masing diatur dalam ketentuan norma sebagai berikut.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah “ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Berikutnya, Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi-tiap-tiap perkawinan dicatat menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian Ayat (2) berbunyi tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, Hakim Suhartoyo mengatakan mengacu pada Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan “Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa” menunjukkan Indonesia bukanlah negara penganut sekularisme.
Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Halaman : 1 2 Selanjutnya