Jakarta – Wakil Ketua Bidang Infrastruktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Andre Rahardian mengatakan bahwa proyek pembangunan infrastruktur dalam 10 tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum memberikan dampak besar terhadap ongkos logistik.
Menurut Andre, kurangnya dampak pembangunan infrastruktur terhadap ongkos logistik disebabkan oleh belum adanya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Contohnya, jalan tol yang dibangun Kementerian PUPR ternyata tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai menuju ke sentra-sentra perekonomian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jalan tolnya bagus, tapi mau masuk dan keluar tol jalannya sempit atau masih rusak, sehingga tetap saja kena macet. Kemudian pintu keluar tolnya melewati kawasan industri, sehingga harus mutar setelah keluar tol. Akibatnya biaya logistik masih sangat tinggi dan tidak efisien,” kata Andre di Jakarta, dikutip pada Rabu (13/3).
Kondisi ini tentu saja tidak sesuai dengan target Presiden Jokowi untuk menurunkan ongkos logistik di Indonesia dan meningkatkan daya saing ekonomi.
Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan bahwa biaya logistik Indonesia masih sedikit lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain. 10 tahun lalu, biaya logistik RI mencapai 24% terhadap PDB, sedangkan negara lain sudah di level 9%-12%. Saat ini, biaya logistik Indonesia sudah turun kurang lebih 14%.
Ke depannya, pemerintah menargetkan biaya logistik nasional akan menyusut hingga menjadi 8% dari PDB di tahun 2045.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Mahendra Rianto menjelaskan bahwa biaya logistik Indonesia sebesar 14% terdiri dari biaya rantai pasok, pergudangan, administrasi dan IT, serta transportasi.
Angka ini memang terbilang tinggi dibandingkan negara lain, namun perlu diingat bahwa Indonesia memiliki 17 ribu pulau yang membuat perbandingan dengan negara lain tidak bisa dilakukan secara apple to apple.
Penulis : Alex K
Editor : DM