Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengkritisi aktivitas sejumlah anggota polisi di Polda NTT yang mengantongi surat perintah tugas (SPT) bernomor Sprin-Gas/249/IX/Res.2.1/2021/Direskrimsus, tertanggal 1/9/2021. SPT tersebut beredar luas di media sosial.
Menurut Petrus, SPT dimaksud tanpa menyebutkan wilayah hukum mana saja yang menjadi batas pelaksanaan tugas para pemegang surat.
“Apakah untuk penyelidikan saja atau penyidikan saja, karena tidak mungkin digabung pelaksanannya menjadi satu. Apa pasal pelanggarannya dan undang-undang mana saja yang dilanggar dan menjadi dasar dalam tahap penyelidikan dan penyidikan,” kata Petrus dalam keterangannya, Selasa (21/9).
Petrus mengatakan, tidak adanya pencantuman pasal-pasal apa saja yang diduga dilanggar dan tindak pidana apa saja yang terjadi dari belasan UU yang dicantumkan di dalam SPT ini memperlihatkan kecorobohan Direskrimsus Polda NTT dalam memposisikan SPT dengan memasukan “tindakan kepolisian” dalam penyelidikan dan penyidikan secara bersamaan.
Padahal, kata dia, praktek di lapangan yang sedang terjadi melenceng jauh dari tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam KUHAP.
“Petugas Polda NTT tidak menampilkan suatu model penyelidikan dan penyidikan yang baku, tetapi layaknya sedang melaksanakan penindakan kejahatan Tipiring sesuai ketentuan pasal 205 KUHAP atau Operasi Yustisi di bidang keamanan,” tegasnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya