Sebagai solusi atas kekhawatiran ini, Ace Hasan Syadzily mendesak agar film “His Only Son” dihentikan penayangannya di bioskop-bioskop Indonesia dan platform media lainnya. Dia juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI untuk turun tangan dalam mengkaji peredaran film ini.
“Oleh karena itu, saya minta kepada pihak terkait, sebaiknya film ini ditarik peredarannya dari bioskop di Indonesia, termasuk juga dari berbagai media penayangan film di Indonesia. Saya juga mendesak pihak Kominfo untuk turun mengkaji peredaran film ini,” kata Ace.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelarangan: Tirani Mayoritas
Wakil Ketua Departemen Media dan Digitalisasi Program PP Pemuda Katolik, Fransiska Silolongan menegaskan bahwa permintaan pimpinan Komisi VIII (bidang agama) DPR RI untuk menghentikan penayangan film “His Only Son” mencerminkan sikap arogan dan tidak bijaksana.
Fransiska berpendapat bahwa alasan permintaan tersebut, yaitu perbedaan versi cerita Nabi Ibrahim dalam Islam, sebenarnya mencerminkan hasrat untuk mendominasi ruang publik berdasarkan mayoritanisme.
Menurut Fransiska, film “His Only Son” terinspirasi dari kisah Abraham dalam Alkitab Kristiani, dan sebagai bagian dari bangsa ini, umat Kristiani berhak menikmati tontonan yang sesuai dengan keimanannya di ruang publik.
“Dan harus diingat bahwa umat Kristiani adalah bagian dari bangsa ini, yang berhak menikmati tontonan yang selaras dengan keimanannya di ruang-ruang publik,” ujar Fransiska dalam keterangan pers, seperti dikutip Tajukflores.com pada Rabu (13/9).
Dia menekankan bahwa film ini beredar secara komersial sebagai tontonan berbayar, sehingga masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih menonton atau tidak.
Fransiska Silolongan menganggap bahwa permintaan pelarangan film ini adalah bentuk arogansi politisi yang mewakili kelompok mayoritas untuk mendominasi ruang publik, yang pada akhirnya menghasilkan tirani mayoritanisme. Baginya, pelarangan film “His Only Son” hanya akan menghambat terwujudnya relasi sosial-keagamaan yang setara dan adil.
Dia menjelaskan bahwa relasi sosial yang adil dan setara adalah syarat penting bagi sebuah negara demokrasi. Negara demokrasi, menurutnya, harus mengakui hak dan kewajiban yang setara bagi semua kelompok, tanpa memandang identitas agama, ras, etnis, atau status sosial.
Dalam pandangan Fransiska, permintaan dari Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Tubagus Ace Hasan Syadzily, untuk melarang penayangan film “His Only Son,” merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi karena berpotensi menciptakan tirani mayoritanisme.
Halaman : 1 2