BNPT telah mengeluarkan statemen bahwa mayoritas teroris di Indonesia berpaham salafi jihadi. Namun, ternyata aparat belum bisa menindak bila belum melakukan tindakan terorisme.
Salah satu masalah besar masyarakat Indonesia adalah dalam memahami agama, kita tidak mampu untuk membedakan mana yang ajaran agama dan mana yang budaya, mana yang sejarah, mana yang ijtihad dan mana yang pendapat ulama.
Bahkan masih banyak di antara kita yang mengira bahwa semua yang dilakukan oleh Nabi dan sahabat adalah ajaran agama. Padahal tidak, ada unsur budaya suatu negara yang bila di terapkan di negara lain kurang tepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Misalnya, Nabi itu makanan utamanya adalah kurma dan sehari-hari mengenakan cadar, gamis, kalau pergi ke mana-mana ya jalan kaki atau naik onta. Tapi makan kurma, pakai cadar, gamis, naik onta, bukanlah ajaran agama. Bukan itu yang mau diajarkan oleh Nabi tapi karena itu memang budaya Arab saat itu, apalagi kalau sampai meniru minum air kencing onta.
Untuk menghalau kelompok radikalisme atas nama agama perlu pendekatan sosial budaya berbasis masyarakat sipil harus bergandeng dengan pendekatan hukum represif oleh negara.
Perlu regulasi yang mengatur setiap organisasi sosial maupun politik agar menggunakan asas Pancasila dalan AD/ART-nya. Termasuk penindakan tegas kepada kelompok tertentu yang berafiliasi dengan terorisme.
Dialog tetap penting untuk mengembangkan toleransi, mengakui fakta kemajemukan tafsir atas agama, dan menghargai perbedaan pendapat.
Institusi pendidikan juga berperan penting mencegah penyebaran radikalisme karena kelompok radikal juga mendirikan sekolah bahkan sampai usia dini untuk memberikan asupan doktrin pada generasi mereka selanjutnya.
Diharapkan juga agar pemerintah memasukkan wawasan kebangsaan dalam kurikulum pendidikan agama termasuk dalam perekrutan pegawai ASN.
Materi wawasan kebangsaan ini penting untuk meletakkan dasar pemahaman bahwa masyarakat bukan hanya wajib menjadi warga yang baik dan saleh, tetapi juga menjadi warga negara yang baik dan taat kepada pemimpin, tulus mengakui kebhinekaan dan menghargai perbedaan.
NKRI berdasarkan Pancasila adalah kesepakatan bersama agar setiap orang bisa menjadi warga negara yang baik sekaligus penganut agama yang taat kepada Tuhan.
Masyarakat harus kritis bila ada oknum tokoh agama dalam menyampaikan ceramah, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Bila sudah mengkafirkan orang lain dan anti terhadap budaya kearifan lokal maka jangan ikuti. Karena itu adalah pintu gerbang menjadi radikal dan terorisme.
Agama membuat ahlak pemeluknya menjadi baik terhadap sesama manusia. Jadi kalau ada orang mengajak bergama tapi menjadi pemarah, sering menghujat dan caci maki terhadap sesama dan terhadap negara, berarti dia telah belajar agama dengan guru yang salah. Jangan ikuti karena itu sesat dan menyesatkan!
Oleh: Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan
Halaman : 1 2