Upaya ini sebut nayu baya belen atau perjanjian damai besar untuk satu kawasan misalkan Adonara, Solor, daratan Larantuka dan lainnya.
“Kenapa perdamian di dahulukan baru bicara substansi masalah, ini supaya jika pembicaraan tingkat pertama tidak tercapai pun tidak lagi terjadi perang tanding, karena sudah ada “ayu baya kaka keru arin baki,” katanya menjelaskan.
Dalam hubungan dengan ini, kata dia, pemerintah hanya hadir sebagai fasilitator dan dinamisator, tapi yang menyelesaikan dengan hukum adat Lamaholot “nayu baya kakan keru, arin baki adalah ketua-ketua suku, pemimpin kampung dan tokoh-tokoh adat yang punya kharisma tinggi dengan prinsip adat mereka berjanji untuk keturunannya dan kebaikan kampung halamanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini butuh waktu tapi harus dimulai, dan saya yakin bisa karena orang Lamaholot itu bersaudara kakan keru arin baki, walau kadang konflik terjadi karena emosi tidak terkendali dan ingin pembuktian kebenaran melalui perang tanding di medan, tapi selalu saja ada jalan damai melalui refleksi yang panjang,” katanya.
Dia juga berpegang pada ungkapan Lamaholot bahwa titen kaka arin muan hae kewuken noo tuak, loba noon wua. Nuan tou pai hode limat tala lango gere puken tite kakan keru arin baki. Ledan gala, dekit dopi, tenu ake taan bau lolon, tabe gelu neak, pekat wayak”.
“Kita ini kakak beradik yang kadang mabuk dengan tuak dan siri pinang lalu berkelahi, tetapi ada waktunya berefleksi akan pentingnya perdamaian. Lepas tombak dan lembing, mari kita duduk minum tuak dan makan siri pinang bersama tanpa harus sumpah serapah saling baku bunuh,” demikian Agus Payong Boli menjelaskan maknanya.
Halaman : 1 2