Keempat, beliau mengajak semua elemen bangsa untuk kembali bersatu, merajut dan menjaga persatuan di Negeri Pancasila yang mempersatukan Indonesia dalam kebhinekaan. Saatnya bersatu kembali membangun negeri, karena semua kita saudara. Negara ini bukan milik satu orang, negara ini juga tidak bisa dibangun oleh satu dua orang.
Kelima, beliau kembali dengan segala kerendahan hati mengajak Pak Prabowo dan Pak Sandiaga untuk bersama-sama membangun negara, karena negara masih membutuhkan patriot-patriot yang cinta negeri, “yang telah selesai dengan dirinya sendiri”, yang datang hanya untuk mengabdi. Pidato seorang negarawan yang patut dijadikan catatan dalam dialektika kebangsaan kita.
Bagi sebagian orang banyak yang mengapresiasi bagaimana cara beliau mengelola emosi dan hati. Tapi bagi Saya sebagai legislator di daerah pemilihan di wilayah Mataraman, sikap beliau itu sebenarnya merupakan implementasi falsafah adiluhung yang disarikan dari kehidupan orang Jawa, yakni “ngluruk tanpo bolo” (tdk semua peperangan harus dimenangkan dengan menggunakan bala tentara), “menang tanpo ngasorake” (menang tanpa merendahkan, tidak jumawa, menyakiti hati lawan, “sakti tanpo aji” (jurus paling sakti adalah tidak punya musuh), “sugih tanpo bondho” (kaya tanpa harta: kaya hati).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Semoga sikap tawadhu` beliau dapat menjadi contoh sekaligus virus yang akan menginfluence banyak pemimpin dan calon-calon pemimpin negeri.
Selamat kepada Pak Jokowi dan Pak Kiai Ma`ruf. Teriring doa yang terbaik. Semoga tetap amanah dan istiqomah. Kami semua bangga menjadi rakyatmu.
Oleh: Arteria Dahlan, anggota Komisi III DPR RI, Fraksi PDI Perjuangan
Halaman : 1 2