Pakar pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muhammad Arif Setiawan menjawab jaksa penuntut umum (JPU) soal aksi tutup pintu yang dilakukan Kuat Ma`ruf saat Brigadir J dieksekusi. Selain itu, Kuat Ma`ruf didakwa membawa pisau untuk berjaga-jaga apabila Brigadir J melawan.
Menurut Arif Setiawan, tidak semua orang disebut terlibat dalam satu tindak pidana, meskipun berada di lokasi kejadian perkara. Menurut Arif, seseorang baru disebut terlibat dalam satu tindak pidana, apabila memiliki kesepahaman atau meeting of mine.
Hal itu diungkap Arif yang dihadirkan tim penasihat hukum Kuat Ma`ruf guna menjadi saksi ahli meringankan atau a de charge, dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (2/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau bentuknya ikut serta harus ada meeting of mind. Tidak semua orang yang ada di tempat ketika terjadi suatu kejahatan itu turut serta.
Tergantung apakah dari semua orang yang ada di situ terjadi kesepahaman yang sama enggak untuk terjadinya kejahatan yang dimaksud,” kata Arif di ruang sidang.
Menurut Arif, Pasal 55 KUHP layak didakwakan kepada Kuat Ma`ruf memenuhi unsur, apabila asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo itu sepaham dengan atasannya yang merupakan otak di balik kematian Brigadir J di rumah dinas Duren Tiga, Jaksel pada 8 Juli 2022,
“Kalau itu ada kesepahaman yang sama di antara orang yang di situ berarti ada meeting of mind, berarti dia turut serta,” kata Arif.
Kendati demikian, perihal Pasal 55 KUHP itu layak didakwakan kepada Kuat Ma`ruf bergantung pada pembuktian dalam perkara tersebut.
“Itu semua menyangkut tinggal pembuktian saja,” tutur Arif Setiawan.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Kuat Ma`ruf disebut menyiapkan sebuah pisau di dalam tasnya yang digunakan apabila korban Brigadir J melawan saat dieksekusi.
Halaman : 1 2 Selanjutnya