Rencana PT. Singa Merah membangun usaha Tambang Semen di Kampung Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Manggarai Timur menuai protes dari masyarakat.
Selain itu, masyarakat Diaspora NTT di Jakarta, lintas profesi seperti wartawan, advokat, aktivis lingkungan hidup, aktivis HAM, hingga sejumlah politisi DPRD dan DPR RI asal NTT menyatakan bersatu mengadvokasi korban tambang.
Koordinator TPDI dan advokad Peradi Petrus Salestinus mengatakan perlawanan sejumlah kalangan itu bukan tanpa sebab.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, peran yang dimainkan oleh pemerintah setempat dalam mempertemukan warga pemilik tanah dengan PT. Singa Merah bukanlah peran mediasi.
“Yang akomodatif sebagai pemimpin tetapi peran yang identik dengan profesi makelar tanah,” kata Petrus di Jakarta, Sabtu (11/4).
Menurut Petrus, hal itu terjadi karena faktor serakah untuk mempertebal pundi-pundi dengan sengaja melanggar assas-asas umum.
“Pemerintahan yang baik, demi hobi nyambi di luar jam kerja sebagai makelar tanah,” katanya.
Makelar tanah, kata Petrus memang sebuah profesi yang sah dan menjanjikan. Namun sangat disayangkan jika makelar tanah ini diperankan kepala daerah.
“Karena makelar tanah bicara untung rugi bagi dirinya. Sedangkan seorang bupati oleh UU diharuskan mendahulukan kemaslahatan warganya dan menjauhkan warganya dari praktek makelar tanah yang menghisap darah dan keringat warga,” ujar Petrus.
Petrus menyarankan agar diperlukan panitia pengadaan tanah agar praktek seperti itu bisa dihindari.
“Mafia tanah dibatasi ruang geraknya, sehingga warga pemilik tanah dapat merasakan adanya kesetaraan ketika membicarakan hak-haknya secara fair dalam forum mediasi,” ujarnya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya