Para wanita ini biasanya melakukan praktik ini dengan sembunyi-sembunyi. Karena tidak jarang pihak polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja Manggarai Barat biasanya melakukan razia.
“Razia biasanya jelang Ramadan dan Paskah mas selain itu aman,” ungkapnya.
Ketiga, biasanya bisnis “wisata seks” juga dilakukan di kos-kosan. Nah, yang ini jarang sekali diketahui. Beberapa waitress yang biasanya bekerja di kafe remang-remang biasanya menerima tamu di kos, usai pulang dari pub (kafe remang-remang).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada pula yang memang tidak bekerja di kafe remang-remang. Biasanya mereka berdalih bekerja di suatu tempat di Labuan Bajo untuk mengelabuhi tuan kos.
“Kami tidak tau kalau mereka menerima tamu. Kami kan, hanya menerima jasa pemakai kamar kos, selebihnya kalau mereka bayar ya tinggal,” ungkap Pt, seorang pemilik kos di Labuan Bajo.
Ia melanjutkan, sebagian juga mengaku istri dari pekerja yang datang dari luar Manggarai Barat. Jadi, tidak begitu tampak bahwa mereka sedang menjual jasa prostitusi.
Tim Tajukflores.com melakukan penelusuran rumah kontrakan dan kos-kos yang disinyalir ditinggali beberapa penjaja jasa seks. Sebut saja Aj. Ia sudah lima tahun bekerja di Labuan Bajo.
AJ bertutur, ia biasanya menerima tamu di kos dengan Rp300 sampai Rp500 ribu sekali kencan. Kalau dibawa ke hotel, tak jarang ia meminta bayaran lebih mahal . “Biasanya Rp1 juta karena menginap sampai pagi,” katanya.
Ditanya tim TF, darimana saja pelanggan-pelanggannya? AJ menjawab, ada orang lokal adapula orang luar.
“Tidak jarang pula dapat bule dan anak-anak kapal, juga pekerja-pekerja proyek,” tuturnya.
Ia mengaku melakoni pekerjaan itu semata-mata untuk bertahan hidup di Labuan Bajo. Bahkan ia harus pindah dari satu kos ke kos lain supaya tidak terendus Satpol PP Polisi dan Polisi.
“Kalau kurang aman, biasanya kami ke Ruteng. Biasanya melayani tamu di hotel dan kos-kosan, bahkan ke Ende dan Bajawa,” tuturnya.
Penulis : Tim Tajuk Flores
Editor : Redaksi
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya