Namun, bentrokan antarsuku tak bisa dihindari pada Kamis (5/3). Saat itu, tujuh warga Suku Kwaelaga mengunjungi lokasi sengketa.
Mereka ingin menanam bibit jambu mete dan kelapa. Dua tanaman itu selama ini digarap Suku Wuwur dan Suku Lamatokan di lahan itu.
Aksi warga Suku Kwaelaga itu membuat warga Suku Lamatokan kecewa. Perwakilan Suku Lamatokan mendatangi lahan itu untuk mengecek tanaman yang ditanam Suku Kwaelaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kedua perwakilan suku berdebat di lahan itu.
Perdebatan itu pun berlangsung sengit hingga berujung saling serang menggunakan senjata tajam. Korban jiwa pun berjatuhan.
Deny mengklaim situasi di wilayah itu telah kondusif. Jenazah para korban telah dibawa ke rumah adat masing-masing suku.
“Kondisinya sekarang sudah aman,” ujarnya.
Polres Flores Timur masih menunggu hasil autopsi dari enam jenazah tersebut. Deny pun mengimbau seluruh perwakilan suku tak melakukana aksi balasan atas insiden itu.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Bupati Flores Timur Agus Payong Boli telah berkomunikasi dengan Badan Permusyawaratan Desa dan aparat desa setempat untuk mengonfirmasi insiden itu.
Agus mengatakan, lokasi kejadian tersebut cukup jauh dari Desa Sandosi. Agus meminta pemerintah Desa Sandosi mengimbau suku lain tak terprovokasi.
Masing-masing suku yang bertikai diminta menahan diri agar tak ada lagi pertumpahan darah.
Ia juga meminta camat di Pulau Adonara dan desa lain menahan masyarakatnya yang hendak membantu suku yang bertikai di Desa Sandosi.
“Biarkan pemerintah dan aparat keamanan menyelesaikan masalah yang ada,” pungkas Agus.
Halaman : 1 2