Dorongan memperketat pengawasan zat beracun di marketplace mengemuka setelah kasus takjil sianida memakan korban jiwa di Bantul, Yogyakarta.
Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, sianida yang didapat pelaku Nani Aprilliani Nurjaman (25), bukan berarti pengawasan longgar. Pasalnya, racun tikus atau serangga sekalipun bisa mematikan kalau ditenggak manusia.
Menurutnya, yang diperlukan adalah regulasi yang memadai terkait proses produksi, distribusi dan peredaran zat beracun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Regulasi diperlukan untuk memperketat produksi, distribusi, dan pemakaian zat beracun. Tapi kalau sudah penyalahgunaan, setan selalu lihai menemukan jalannya,” kata Reza saat dihubungi, Rabu (5/5).
Tapi yang menarik bagi Reza ialah apakah Nani melakukan pembunuhan berencana. Sesuai Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), barangsiapa yang sengaja dengan rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, kemudian pertanggungjawabannya dengan hukuman pidana mati atau seumur hidup atau paling lama dua puluh tahun.
Lalu apakah perbuatan Nani memenuhi unsur tersebut? Reza menjelaskan, meski tidak menyasar anak NFP (10), namun Nani bisa dijerat pasal pembunuhan berencana berdasar aksi yang diracangnya.
“Perencanaan dalam pasal 340 ditinjau berdasarkan langkah demi langkah. Bukan siapa yang rencananya akan dibunuh dan siapa yang kemudian terbunuh. Tapi bagaiaman pembunuhannya, aksinya dirancang oleh si pelaku,” jelas Reza.
Dari segi modus (actus reus), kata Reza, Nani membeli racun, membubuhkan ke sate, lalu menyewa jasa ojek online. Menurutnya, betapapun sate dimakan orang lain, tetap saja langkah atau prilaku Nani merupakan langkah atau prialku pembunuhan berencana.
Halaman : 1 2 Selanjutnya