Minimnya lapangan pekerjaan dan faktor ekonomi dinilai menjadi penyebab banyaknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu dikatakan oleh Sr. Laurentina SDP dari Yayasan Sosial Penyelenggaraan Ilahi (YSPI) yang bergelut dalam pendampingan korban TPPO pada Minggu (3/4).
“Sejauh yang saya ketahui di lapangan, faktor utama adalah kebutuhan ekonomi. Di daerah asal, kondisinya kurangnya lapangan pekerjaan, lalu kurangnya adanya sosialisasi (soal TPPO),” kata Sr. Laurentina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain faktor tersebut di atas, Sr. Laurentina juga mengatakan bahwa penyebab lain dari banyaknya kasus TPPO di wilayah provinsi berbasis kepulauan itu ialah karena mentalitas warga yang ingin cepat mendapat pekerjaan dengan gaji tinggi.
Tidak hanya itu, demikian Sr. Laurentina mengungkapkan, hal lain juga yang jadi penyebab kasus tersebut ialah karena kondisi infrastruktur yang buruk.
Sr. Laurentina mengungkapkan, dari pengamatannya, beberapa daerah di NTT yang sering menjadi incaran sindikat TPPO, sebagian besar kondisi infrastrukturnya sangat memprihatinkan seperti Kabupaten Timor Tengah Selata, terutama di Kecamatan Mollo, Ayotupas, Oeekam, Onlasi, dan Putian.
Kemudian di Kabupaten Malaka yang hampir semua kecamatannya rentan akan TPPO. Lalu Kabupaten Kupang, terutama di Kecamatan Amfoang, Fatuliu, daerah area eks Tim-Tim.
Tidak hanya itu, juga di Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Ende, Kabupaten Flores Timur, dan Adonara.
“Daerah tersebut merupakan daerah pedalaman yang sebagian besar akses jalan susah, belum ada listrik, belum banyak sekolah menengah, lapangan pekerjaan kurang, terbelenggu budaya adat yang sangat kuat, dan gaya hidup masyarakatnya yang suka dengan pesta,” tutur Sr. Laurentina.
Berangkat dari masalah tersebut, Sr. Laurentina sendiri berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkrit terkait pemberdayaan masyarakat misalnya, dengan pelatihan keterampilan dan juga soal ekonomi kreatif.
Halaman : 1 2 Selanjutnya